Welcome to Muhammad Moulya Yamada's Blog

Welcome to Muhammad Moulya Yamada's Humble Blog

Wednesday, April 22, 2015

Untitled

Jelang Mei 2015

Tak terasa tahun telah berganti. 2015 saat ini.
Tak terasa pula Mei telah berada di depan mata. Hanya tinggal sesaat lagi saja.
Bulan yang selalu mengingatkan saya pada saat itu, dimana rasanya bumi runtuh dan semuanya terasa gelap.

Seiring waktu yang berlalu, telah banyak pula yang terjadi. Hal-hal yang menyenangkan maupun tidak. Namun semuanya tetaplah harus dihadapi dan dijalani. Pedih perih kehidupan yang seakan masih enggan menjauh dari hidup kami. Namun, alhamdulillah ..saya dan keluarga dapat dikatakan sebagai yang termasuk amat sangat tabah dan tegar menghadapi semuanya.

Saya, kami percaya akan kemurahan Allah. Kami selalu percaya bahwa tak mungkin Ia mencobai kami diluar sekemampuan kami. Kami percaya ada hal indah yang akan Ia hadiahkan pada kami.

Kepada Allah, kami pasrah-serahkan segalanya...

Sunday, March 31, 2013

Nisya lagi ....

Senin, 1 April 2013
12.08 WIB 

Maret meninggalkan banyak kisah dan cerita, dari yang datar-datar saja hingga yang mampu membukakan kembali 'mata' saya.

Entah harus saya mulai dari mana tulisan ini, tidak ada ide di pikiran saya. Yang saya tau hanyalah saat ini saya ingin menulis. Itu saja.

Sejujurnya banyak hal yang melintas dan berkecamuk di benak pikiran saya. Dari hal-hal yang ringan hingga hal-hal yang mungkin orang menganggapnya aneh, tidak biasa atau bahkan mungkin juga dianggap luar biasa.

Salah satu hal yang masih saja belum bisa lepas dari benak ini adalah kerinduan saya pada almarhumah keponakan saya. Semakin hari kerinduan saya semakin mendalam. Sejujurnya hati masih terasa sakit dan pedih walau bibir ini tersenyum ataupun tertawa. Kepergiannya membuat hari-hari yang saya jalani terasa begitu lambat seakan tak berujung. Terkadang sering hati ini merintih mengadu kepada Allah, "Ya Allah, kapan Engkau akan ambil aku..."
Shalat dan memperbanyak ucapan istigfarlah yang menjadi penolong dan penenang hati yang setiap saat merintih dan seringkali menjerit berteriak. Mengunjungi makamnya yang tenangpun menjadi pengobat rindu setiap hari. 

Ada hal yang belakangan ini menjadi semacam 'obat' pelipur lara saya. 
Yaitu saat melihat anak-anak perempuan pra-remaja dan remaja baru dengan teman-temannya yang seringkali kini kita saksikan nongkrong-nongkrong di jalan, di gang-gang, bersama dengan laki-laki sebayanya. Mengenakan pakaian yang sepantasnya dikenakan oleh anak-anak TK karena begitu kecil dan ketat. Tak jarang dibonceng oleh teman laki-lakinya lalu ia memeluk dari belakang. 
Di suatu kesempatan saya malah pernah bertemu seorang anak SMP yang duduk-duduk di pemakaman bersama dua siswa laki-laki yang nampaknya lebih tua. Entah apa maksud keberadaan mereka disitu, namun saya merasakan ada itikad tidak baik dari keberadaan mereka berada disitu.

Mengapa saya katakan menjumpai anak-anak perempuan seperti itu menjadi semacam pelipur lara atas  kehilangan saya akan Nisya keponakan saya terkasih ....?

Pada saat saya menjumpai anak-anak perempuan demikian, selain mengucap istigfar melihat perilaku seperti itu, sayapun sekaligus banyak bersyukur menghaturkan terima kasih kepada Allah karena Ia telah mengambil kembali Nisya pada usia yang masih muda. Saya ngeri membayangkan bila saja Nisya masih diperkenankan hidup hingga remaja ataupun dewasa, ia berada diantara remaja-remaja perempuan seperti itu.

Rasaya sangat tidak rela bila Nisya ku saat remaja nanti berbuat pacaran, atau nongkrong-nongkrong atau hal apapun yang menimbulkan dosa. Tidak rela rasanya membayangkan ia dibonceng-bonceng dengan motor oleh teman laki-laki. Walaupun saya merasa, bila kelak remaja dan dewasa nanti Nisya tetap akan menjadi anak yang baik dan shalehah, namun membayangkan hal-hal seperti yang saya sampaikan tadi, rasanya sungguh tidak rela.

Menjalani hidup tanpa seseorang yang kita kasihi rasanya sangat berat, hati terasa pilu dan hari-hari berjalan sangat lambat. 
Namun saya selalu meyakini bahwa Allah selalu akan baik dan menyertai seseorang yang percaya bahwa Ia selalu berkehendak baik pada hambanya yang selalu berbaik sangka atas apa yang diperbuat-Nya.

Oh ya,
Beberapa hari ini, saya merasa Nisya ada dekat dengan kami dirumah ini. 
Memang sejak hari Jumat kemarin sudah libur akhir pekan cukup panjang hingga hari Minggu 31 Maret. Bibi dari Garut datang liburan ke rumah bersama suami dan dua anaknya yang selalu Nisya tunggu. Nada juga datang menginap di rumah. Nada adalah anak adik saya, usianya masih 4 tahunan. Jadi suasana di rumah cukup ramai. Namun hanya Nisya saja yang secara fisik tidak ada. Dan rasanya memang sangat sanggup membuat hati saya pilu kembali sedemikian rupa.

Dalam tiga hari kemarin, dari kamar atas saya berada, beberapa kali suara Nada di ruang bawah terdengar mirip sekali seperti suara Nisya. Dan tadipun saya bermimpi kembali bertemu dengan Nisya. Liburan. Dan ia terlihat senang dan tersenyum pada saya. 

........

Nisya, Mang Oulya kangen sekali.
Semoga siapapun yang baca ini, semakin sayang ya pada anak-anaknya, adiknya, keponakannya dan pada siapapun ....

Nisya selalu menjadi kesayangan Mang Oulya, 
sampai kapanpun ,,,,

1 April 2013.
12.51 WIB


Saturday, March 16, 2013

17 Maret 2013, Bulan ke-sepuluh.



Normalnya bulan Maret adalah bulan yang ke-tiga dalam hitungan masehi. Namun bagi saya semuanya berubah sejak Nisya pergi meninggalkan kami 17 Mei tahun silam, 2012.
Kuhitung hari demi hari, dan setiap tanggal 17 di suatu bulan, itulah waktu sekian bulannya ia pergi meninggalkan kami. Dan hari ini adalah tepat 10 bulan Nisya wafat.

Kirana Nisya Ifada, keponakanku, seorang gadis kecil yang manis dan teramat sangat saya kasihi.

Dulu saya selalu ingin punya keponakan laki-laki karena saya berfikir anak laki-laki dapat lebih leluasa untuk diajari apapun, sehingga bermain dengan anak laki-laki nampaknya akan lebih seru.
Namun ternyata tidak seperti itu juga.

Kirana Nisya Ifada, keponakan pertamaku adalah seorang anak perempuan yang ternyata saya amat sangat mengasihinya dan saya merasa amat sangat kehilangan setelah dia pergi sepuluh bulan lalu.

Semenjak ia pergi, saya hanya dapat mengenang kembali dengan tetesan air mata saat-saat dulu menghabiskan hari-hari bersamanya.

Dia adalah salah satu alasan besar saya tidak ingin kerja jauh lagi seperti sebelumnya, sehingga saya selalu bisa cepat pulang ke rumah atau selalu ada di rumah untuk sekedar nonton tv bersama, mengajaknya ke toko ikan hias, mengajarinya prakarya.
Karena bagi saya, berada di dekatnya adalah saat-saat paling membahagiakan dalam hidup saya.

Malam sebelum ia meninggal, saya ingat sekali dan masih dapat saya merasakan, betapa saya rindu sekali padanya.

Saat itu saya mendapat jadwal siaran malam.
Sebelum saya berangkat siaran, ada teman-teman saya datang ke rumah lalu saya mengajak mereka untuk makan malam di warung tenda sop iga di depan komplek pemakaman dimana esoknya Nisya dimakamkan disana. Saat itu saya makan dengan perasaan yang kacau dan selalu ingat dengan Nisya di rumah. Ada perasaan berdosa ketika saya makan disini namun orang di rumah tidak turut menikmatinya.

Dan perasaan saya saat itu sangat bercampur aduk. Entah kenapa saya selalu teringat akan Nisya bahkan pada saat saya siaran. Lalu saya berfikir untuk membelikan makanan-makanan ringan untuknya sepulang saya siaran tengah malam dan saya berencana menaruhnya di lemari pakaiannya seperti biasa, sehingga ketika pagi harinya ia membuka lemari pakaiannya akan ada 'kejutan' disana.
Namun niat membelikan makanan itu saya urungkan, saya berfikir 'ah besok saja deh belinya'.

Esoknya saya pergi ke daerah Jakarta Selatan untuk menghadiri peresmian gedung Menara 165.

Seorang teman mengajak saya pulang pada siang harinya, dan saya menolak dengan mengatakan ingin pulang sore saja karena kapan lagi bisa ke Menara 165 dan bertemu dengan teman-teman alumni ESQ lagi.
Tapi entah mengapa, disana beberapa kali menyebutkan nama keponakan saya itu dan mengatakan kepada teman-teman tentang hebatnya Nisya.

Lalu sorenya saya pulang bersama teman-teman saya sebelum akhirnya saya dikabari lewat telepon genggam saya Nisya meninggal, ketika saya berada di perjalanan.

Ya, itu terjadi 10 bulan lalu.
Sepuluh bulan lalu dimana saya merasakan pedih yang luar biasa.
Dan pedih itu masih membekas, menggoreskan luka yang entah kapan dapat tersembuhkan.


17 Mei 2012 - 17 Maret 2013.





Saturday, March 2, 2013

Diajar Basa Sunda

Sok asa saredih ningali barudak kiwari jarang pisan anu bisa ngomong ku basa Sunda teh, komo deui barudak nu ngarasa era kana basa Sunda. Pajarkeun teh basa daerah (dina hal ieu Basa Sunda) mah kampungan ceunah.

Aya deui nu alesan teu bisa ngomong basa Sunda teh kusabab hese. Da aya undak usuk basa tea pan, jadi asa teu wani lamun arek ngomong ka anu sapantaran, sahandapeun, komo deui ka anu saluhureun.
Jadi, deui-deui ngomongna ku basa Indonesia.

Sim kuring oge da boro-boro bisa ngomong basa Sunda nu alus. Henteu sama sakali.
Tapi bakating hayang pisan ngamumule basa Sunda, nya maksakeun we mulai diajar nulis ku basa Sunda, sabisa mungkin ngomong ku basa Sunda, teu paduli rek kasar rek halus. Nu penting ngomong we heula, da dina pikiran soteh kudu biasa ngomong heula. Lamun nungguan kudu apal undak usuk basa, moal bakalan ngamimitian.

Kuring lahir ti kaluarga urang Sunda.
Pun aki, Bapa Nani Sudarma, katelah pujangga Sunda. Pernah boga buku nu ditulis ku basa Sunda, judulna 'Rusiah Gelang Rantay' , nurun ka anak kaduana Lies Tjandra, anjeuna aktip dina nulis carpon basa Sunda jeung rea-rea deui tulisan dina basa Sunda.

Ari sim kuring boga bapa indung, dua lanceuk jeung hiji adi.
Ti leuleutik dua lanceuk kuring biasa sapopoena ngomong ku basa Sunda.
Tapi mimitian ti sim kuring jeung adi, mamah jeung papah teu ngajarkeun basa Sunda ka kuring jeung adi. Duka kunaon ....

Nepi ka ayeuna, dua lanceuk kuring mun ngomong nya make basa Sunda.
Ari adi mah nepi ayeuna mah ku basa Indonesia we, da ngarti basa Sunda oge ngan kitu-kitu hungkul.
Kuring oge da mimitina mah teu bisa ngomong basa Sunda, tapi beuki gede kuring mikir, mun kuring teu bisa ngomong basa Sunda, kumaha nya... naon nu bisa dibanggakeun.

Ti harita kuring mulai maksakeun ngomong ku basa Sunda. Mun ngadangu mah geus biasa, da di imah sapopoe sok ngadangu lanceuk jeung mamah papah ngomongna ku basa Sunda. Jadi tinggal dipraktekeun we naon nu pernah didangu. Nya maksakeun .... Sanajan era jeung sieun oge, bisi salah. Tapi kuatna niat ngelehkeun era jeung sieun tina nyieun kasalahan. Sabodo teuing lah, masih mending kuring mah aya kadaek diajar, da nu sejen mah boro-boro kapikiran meuren.

Nepi ka tulisan ieu medal, kuring ngarasa keneh basa Sunda kuring masih keneh jauh ti alus. Ceuk batur mah "heuras genggerong" alias kasar. Buktina nya dina tulisan ieu, nya kieu lah basa Sunda nu sapopoe jadi basa Sunda urang Bogor kiwari.
Tapi kuring teu paduli, nu penting aya keneh nu ngomong basa Sunda, da kuring sieun mun engke-engke teu aya deui nu jadi panutur basa Sunda.

Sunday, February 3, 2013

Teu Acan Ngalaman




Hiji poé Mang Uya teu kahaja kapanggih baturan kuliahna nu ayeuna geus boga salaki jeung dua anak.
Ngamimitian obrolan Mang Uya nanya kabar jeung kagiatanana.
''Damang, ceu?''
''Alhamdulillah''
''Kumaha? Masih osok pependak jeung nu lain teu? Baturan jaman kuliah?''
''Ah boro ... Nu aya riweuh ngurusan barudak aya dua di imah. Jaba laleutik kénéh. Riweuh sapopoé téh Ya ...'
................
Mang Uya garing tikoro ngadangu babaturanana ngomong kitu. Teu acan karasaeun ku babaturan Mang Uya nyerina haté jiwa raga mun Gusti Alloh mundut deui éta barudak anu disebut ngariweuhkeun téh.
Sanajan ngan saukur babasaan, asa teu pantes aya indung ngomong riweuh ngurus anak.
Enya ayana, loba jalema siap kawin, tapi teu siap boga anak.

*************************************************************************************************************

Tulisan ini dapat dijumpai pula disini: http://fikminsunda.com/naskah/250242435017331_488417317866507 . Profil beserta tulisan lainnya karya Muhammad Moulya dapat dijumpai disini: http://fikminsunda.com/profil/1441718724 .
.....

Nuhun Gusti

Ceunah keren jeung gaul anu kieu teh?



Ningali budak ngora kiwari, Mang Oya teu beak mikir.
Nu awéwé meuni teu éra awak geus jebrog masih kénéh maké hobi baju orok. Di abrah ébréh euweuh kapaur. Teu éra na pésbuk masang poto nu keur nyekel botol inuman bir bari sungutna ngelepus kos kompor minyak nu mareumanana diképrét ku cai terus aseupna kamana mendi. Teu mikir kolotna beurang peuting néang duit jeung ngahirupan manéhna.
''Gusti, abdi ikhlas Neng Nisya pun alo dipundut anom kénéh ku anjeun, janten baresih kénéh teu aya dosa. Nuhun Ya Alloh...'' bari nyakclak cipanon Mang Oya.

Neng geulis nu solehah jeung mamangna.




................................................................

Tulisan ini dapat pula dijumpai di: http://fikminsunda.com/naskah/250242435017331_479228042118768 , dan profil beserta tulisan karya Muhammad Moulya lainnya dalam Bahasa Sunda dapat dijumpai di:
http://fikminsunda.com/profil/1441718724

Partanda


Kelenci piaran Neng Nisya jeung bayawak leutik piaran sim kuring.

Hiji poé balik sakola Néng Nisya ceurik inghak-inghakan barang dibéjaan ku nini jeung mamangna yén kelencina paéh.
''Mang Oya mah bohong kan! Kelinci Nisya ngga mati kan'' bari rambisak inghak-inghakan teu percayaeun.
''Iya Nisya, udah mati sayang. Nanti sore kita beli lagi ya sayang di deket Kebon Raya.'' waler mamangna nu pinuh kanyaah ka alona éta.
Karak wé budak téh répéh diolo kitu ku mamangna.
Sorénakeun diboncéng Néng Nisya ku mamangna ka Kebon Raya. Rék meuli kelenci sajodo. Geus nepi, meuni sumanget eta budak awewe sapuluh taun milihan kelenci.
Mamangna ngan ukur bisa senyum bari haténa seseblakan ningali alo nu dipikanyaahna katingali bungah kacida, ''Ya Alloh, hatur nuhun Anjeun masihan alo nu tiasa masihan kabagjaan haté kanggo abdi, padahal abdi mah mung saukur mamangna. Mugia Anjeun bukakeun panto haté apana supados apana tiasa langkung nyaah deui ka Neng Nisya, anakna.''
Kira-kira tilu minggu kaliwat ...
Kelenci paéh
''Mang, kelincinya mati lagi Mang..''
''Iya sayang. Kelinci mah memang gampang mati. Nanti mah jangan miara kelinci lagi ya sayang.''
''Iya Mang, ngga akan piara kelinci lagi Mang..''
''Alhamdulillah, budak téh teu ceurik deui kelencina paéh. Tos ngartieun meureun.''
Isukanana...
Manuk toéd paéh
Sapoé ti paéhna toéd, babarengan ...
Oray sanca piaraan paéh
Beurit bodas parab oray paéh
Anak ucing paéh
Ngan sababaraha poé ti paéhna piaran-piaraan Mang Oya jeung Neng Nisya ...
Mang Oya pingsan ...
17 Mei 2012 ...
Neng Nisya nu kacida dipikanyaah, ngantunkeun.
Innalillahi wa innailaihi rojiuun.

---------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini dapat dijumpai pula disini: http://fikminsunda.com/naskah/250242435017331_478642568843982 , dan Profil beserta tulisan karya Muhammad Moulya lainnya dalam Bahasa Sunda dapat dilihat disini: http://fikminsunda.com/profil/1441718724 .



Barudak

Neng Nisya jeung baturna, si Jojo.



Isuk kénéh wayah kieu handapeun panon poé nu haneut barudak geus pating gorowok hareupeun imah. Nu awewe mah karalem wé merhatikeun barudak lalaki maraén koléci. 
Kuring asup ka kamar nyokot duit récéhan saratus dua ratus lima ratusan. Aya meureun lima rebueun. 
Bet kuring kaluar deui, pura-pura ningali barudak maén koléci.
Keur barudak ting kocéak maén koléci ku kuring gaurkeun éta récéh. 
Barudak meuni haréboh, teu nu lalaki teu nu awéwé, kabéhanana rebutan duit nu digaurkeun cara sawéran pangantén.
Kacida bungahna ieu haté ningali barudak pating gorowok, sareuri, éar-éaran, da aya nu teu kabagian téa.
Lamat-lamat, dina gigireun asa nyata si eneng pun alo sapuluh taun milu nyaksian bari seuri ka sim kuring, mamangna.



------------------------------------------------------

Tulisan ini dapat dijumpai juga disini: http://fikminsunda.com/naskah/250242435017331_478364532205119 
dan tulisan saya yang lainnya dalam Bahasa Sunda dapat dijumpai disini:http://fikminsunda.com/profil/1441718724 .

Duh Gusti



Gunung Salak meuni gagah enjing ieu lantaran langit bersih teu aya ceudeum. 
Mung rasana abdi teu sagagah Gunung Salak, hate ceudeum keneh kabayang dugi ka bumi moal aya deui si eneng geulis pun alo sapuluh taun nu biasa diheureuyan.



---------------------------------------

Tulisan-tulisan saya yang lainnya dalam Bahasa Sunda dapat dijumpai disini:
http://fikminsunda.com/naskah/250242435017331_478337612207811 )



Dinten Ieu


Dinten ieu kaping 25 Desember.

Kuring sakulawarga diulem pun bibi ekahan incuna. Ti enjing keneh tos sariap ka Cibogel.
Dugi ka Cibogel meuni tos rame ibu-ibu pangaosan di bumi pun bibi. Nya di lembur namina oge.
Rengse pangaosan, pun bibi nu ti Garut nyarita yen wengi tadi ngimpen Nisya. Kuring nu ngadanguna tuluy ceurik. Teu lami hujan meuni ngagebret.
Kasorenakeun hujan masih oge ngagebret. Kuring anggo jas hujan sareng calanana. Motor dihurungkeun. Tuluy barangkat.
Di jalan dina handapeun langit nu ceurik, panon sim kuring oge baseuh ku cipanon. Ceurik.
Ahirna dugi oge di tempat nu di tuju.
Dina handapeun langit nu milu ceurik, teu aya sasaha, sim kuring tangkeup kuburan neng Nisya.                    Pun alo sapuluh taun kanyaah kuring.

Thursday, January 10, 2013

Wawancara dengan David Harrison tentang Bahasa Yang (akan) Punah -dalam Bahasa Sunda-.


K. David Harrison teh dosén Linguistik di Swarthmore College sakaligus Diréktur Risét Living Tongue Institute for Endangered Languages. Panalungtikan étnografina ngawengku élmu pangaweruh masarakat suku pribumi, carita rahayat, dongéng lisan, jeung sistem paélmuan. Hasil panalungtikanana dituliskeun dina buku, When Languages Die: The Extinction of the World's Languages and the Erosion of Human Knowledge wedalan Oxford University Press (2007). Film dokuméntér ngeunaan panalungtikanana, nu judulna “The Linguists”, asup nominasi Emmy Awards. Di handap ieu tarjamahan bebas hasil wawancara jeung K. David Harrison nu dicutat ti rupa-rupa sumber. Hapunten bilih aya nu lepat. Mugia mangpaat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cenah aya sababaraha rébu basa di sakuliah dunya nu saabad ka hareup bakal punah. Naha bisa kitu?
Jumlah pastina mah uing teu nyaho, tapi mun teu salah, kurang leuwih tujuh rébu basa kabehanan. Tina jumlah ieu, para élmuwan geus ngiker-ngiker yén satengahna bakal punah jero 10-100 taun ka hareup.Réa jalma nu curinghak ngadéngé jumlah ieu teh, "Naha geuning uing teu apal?" cenah. Nya pantes teu apal ogé., da kalolobana jalma ukur nyaho di basa nu dominan bae.
Salah sahiji alesan basa daérah punah nyaéta lantaran basa nu dimaksud ngalaman prosés invisibilisasi atawa ngaleungit, tara dipaké deui lantaran panyaturna ngolotan. Salah sahiji contona nyaéta kasus Marie Smith Jones, panyatur pamungkas basa daérah Éyak (salah sahiji basa daérah di Alaska). Anjeunna tos pupus taun 2008. Ku maotna Marie, otomatis basa Éyak punah.

Panyatur basa daérah siga Marie Smith Jones biasana cicing di tempat nu nenggang, béda kampung, atawa pajauh jeung sasama panyatur basa daérahna. Tumerapna, basa nu dikawasana éta tara dipake dina paguneman sapopoé, malah bisa jadi kulawargana euweuh nu nyaho yén aya aya di antara maranéhna nu bisa nyarita ku basa daerah éta. 

Dumasar sénsus taun 2005, aya 204 basa daérah nu panyaturna kurang ti 10 urang jeung 344 basa daérah nu panyaturna kari 10-99 urang deui. Upama panyatur-panyatur ieu cicingna misah, laun-laun basa éta teh jadi simpé, tara dipaké dina paguneman deui, laju ngaleungit, nepika ahirna punah sanggeus panyaturna maraot.

Siga nu saab panginten nya? Kawitna mah katingal, lami-lami ngipisan, laju ilang.
Kitu pisan.

Lebar, nya?
Mungguh pikamelangeun keur nu paduli kana pentingna élmu pangaweruh jeung budaya mah.

Salian ti nenggang, béda kampung atawa pajauh, naon deui nu bisa jadi sabab punahna basa daérah? Naha aya hubunganana jeung globalisasi sarta tiori seléksi alam?
Alesan utaman basa daérah punah --di alam globalisasi ayeuna, nyaéta ayana intervénsi ékonomi jeung sosial kana widang basa. Panyatur basa daérah saolah-olah dipaksa mopohokeun basana alatan dikudukeun ku kaayaan. Maranéhna jadi percaya ---ka kultur nu leuwih dominan, yén basa nu dipaké ku maranéhna teh buhun, kampungan, moal matak maju, atawa teu cocog jang kapentingan dunya modérn. Hiji-hijina cara pikeun maranéhna supaya bisa ngigelan jaman nya kudu “ganti létah”, nyarita ku basa nu sipatna leuwih global.

Conto kasus dicaritakeun ku Spartak K., salah saurang panyatur basa daerah Tofa di Sibéria nu lahir taun 1930. Cenah, masarakat Tofa ngalaman diskriminasi jeung paksaan pikeun jadi urang Rusia. “Taun 1950-an, urang Tofa teu meunang asup ka toko upama maranéhna maké baju kulit has Tofa. ‘Dibaju cara urang Rusia heula, kakara meunang balanja!’ kitu, cenah. Suku Tofa gé dicaram maké basa daérah di wewengkonna sorangan. Laun-laun, uing jeung nu séjén eureun nyarita ku basa éta.”

Ieu teh salah pisan. Pikeun mampuh nyarita maké basa global atawa ngigelan jaman, urang teu kudu eureun maké basa daérah tur euweuh nu bisa maksa urang eureun nyarita ku basa daérah. Jalma nu multilingual (bisa nyarita make loba basa) bakal reuwaseun upama hiji poé, manehna ujug-ujug dititah monolingual (nyarita ukur ku sahiji basa). Basa mana nu kudu dikurbankeun atawa diécagkeun? Tangtu kana liwungna. Keur uing pribadi --nu geus biasa nyarita boh ku basa Inggris atawa Perancis, konsép monolingual teh absurd kacida. Leuwih absurd deui lamun nu ditanyana panyatur nu bisa boh basa Cree (basa daérah di Kanada) atawa Inggris, upamana.

Naha basa nu ukur dipaké dina tradisi lisan tapi teu boga tradisi nulis bakal leuwih gancang punah?
Lisan jeung tulisan téh dua hal nu béda. Loba basa di dunya teu boga tradisi tinulis jeung teu butuh tradisi ieu pikeun éksis atawa dianggap onjoy sanajan enya, ayana karya tinulis bisa manjangkeun umur hiji basa. Hiji gagasan bisa ditepikeun jeung disebarkeun jero  hirup kumbuh ku ayana tulisan. Tapi nulis teh hiji téknologi nu kawilang ngiwari. Tradisi lisan boga kaleuwihan nu mandiri. Hanjakal, lantaran geus dibiasakeun hirup dina tradisi nulis, urang teu pati ngahargaan kabeungharan jeung kaampuhan tradisi lisan.

Janten kumaha?
Aya tilu faktor nu ngalantarankeun basa daérah bisa leungit. Faktor kahiji, nyaéta ayana rupa-rupa basa: wewengkon mana nu masarakatna paling multibasa? Faktor kadua, nyaéta kamungkinan punah: basa daérah mana nu saeutik panyaturna? Faktor katilu, basa daérah mana nu dokuméntasina paling saeutik? Loba pisan basa daérah nu teu boga dokuméntasi mangrupa kamus, rékaman atawa arsip pikeun dibaca jeung dijadikeun bahan ajar keur balaréa. Tah, upama tilu faktor ieu ngahiji –rupa-rupa basa, lolongkrang punah jeung saeutikna dokumentasi, hartina basa éta bakal punah. Kari nungguan waktuna baé.

Uing gawé bareng jeung Dr. Greg Anderson ti Living Tongues Institute for Endangered Languages pikeun nalungtik hal ieu, nu ogé mangrupa bagéan tina program Enduring Voices nu diayakeun ku masarakat National Geographic. Nepika danget ayeuna, aya kurang leuwih salosin basa nu dikira-kira bakal leungit dina waktu deukeut, kaasup dua di Amérika Kalér, hiji di Oklahoma, hiji di Pasifik Wétan, hiji di British Columbia, Orégon, Washingon jeung California. Séjénna sumebar di Paraguay, India, Papua Nugini, jeung Sibéria. Hasil gawé ieu bisa dipaluruh di http://www.livingtongues.org. Di wébsite éta disadiakeun peta interaktif jeung katerangan ngeunaan basa-basa di sakuliah dunya.

Lian ti basana sorangan, naon nu bakal ilang lamun hiji basa punah?
Ieu panalék nu alus pisan. Lolobana jalma mikir siga kieu, "Sigana bakal leuwih hadé lamun kabéh jalma nyarita maké basa Inggris." Uing teu satuju kamandang éta. Singsaha waé nu bisa nyarita maké dua basa (bilingual) tangtu apal yén teu kabéh basa bisa ditarjamahkeun ka basa séjénna satarabasna. Unggal basa mibanda konsép jeung pola pikir nu béda. Bakal karasa aya nu pegat atawa leungit lamun urang nyobaan narjamahkeun hiji basa ka basa séjénna kitu baé.
Pikeun jalma monolingual jeung can kungsi ngalaman kumaha hésé bélékéna narjamahkeun, uing rék nyarita: pék geura toongan sistem élmu pangaweruh radisional nu kacida beungharna. Geus kabuktian yén suku bangsa asli (pribumi) téh leuwih wanoh kana ékosistemna tibatan deungeun-deungeun.

Contona?
Dina buku When Languages Die, uing nulis, “Upama hiji basa punah, hasil karancagé uteuk salila mangratus taun ogé tangtu bakal milu punah. Conto karancagé uteuk di dieu misalna sistem kalénder, sistem usum, ngaran-ngaran sato jeung tatangkalan, logika ngitung, mitos, musik, cara hirup, jeung sajabana.” Teu kabéh bangsa bisa nyieun monumén atawa prasasti, tapi unggal bangsa pasti mibanda kabeungharan basa jeung kosa kecapna sewang-sewang.

Buku uing éta loba pisan nyaritakeun kalinuhungan basa daérah di Sibéria, lantaran di dinya pisan uing lolobana ngayakeun panalungtikan. Uing loba tatanya ka suku pribumi Tofa ngeunaan sistem luar biasa nu dipaké ku maranéhna pikeun nyieun klasifikasi raindeer (sabangsa kidang). Raindeer teh sato nu kacida pentingna keur sukuTofa mah: dagingna didahar, kulitna dijieun baju, ogé ditumpakan --siga kuda. Teu anéh mun maranéhna apal pisan kana seluk-beluk raindeer. Pangaweruh ngeunaan sato ieu dipaké ku maranéhna pikeun ngajaga kalumangsungan hirup di Siberia nu alamna gangas kacida.

Suku Tofa ngawilah-wilah raindeer kana opat dimensi matrik: dumasar umur, jalu-bikang, lindeuk-henteu, sarta subur-henteuna. Éta téh sistem élmu nu kacida ruwetna. Euweuh kecap pikeun ngawilah-wilah raindeer ieu boh dina basa Rusia atawa basa Inggris. Jadi, upama suku Tofa dipaksa bari rurusuhan kudu make basa dominan, pangaweruh ngeunaan raindeer ieu bakal leungit.

Urang geus loba kaleungitan élmu ngeunaan tutuwuhan obat, ékosistem laut, jeung rupaning paré nu baheula jumlah variétasna nepika 120 rébuan. Élmu ngeunaan ngaran jeung rupa variétas paré ieu nu ukur dipikanyaho ku suku bangsa pribumi. Hanjakal pisan upama pangaweruh ieu leungit. Loba pisan nu can kacatet ku dunya modérn.

Ti taun 1600-an, kacatet aya 484 spésies sato jeung 654 spésies tatangkalan nu geus punah. Tapi ayeuna, potensi punahna basa daérah (40%) singhoreng leuwih gédé tibatan proséntase punahna manuk (11%), mamalia (18%), lalaukan (5%), atawa tatangkalan (8%).
Karugian ku bakal kaalaman ku leungitna basa hésé pisan ditarima ku akal séhat jalma awam. Maranéhna leuwih bisa narima jeung ngarti résiko leungitna spésies tatangkalan upama leuweung Amazon dibukbak, misalna, tibatan résiko leungitna basa. Padahal ceuk Ken Hale, ahli basa kawentar, “Upama hiji basa leungit, urang sakaligus bakal kaleungitan budaya, hasil karya inteléktual, sarta hasil karya senina. Sarua baé jeung muragkeun bom ka Museum Louvre.”

Cobi langkung jéntrékeun deui...
Suku-suku pribumi téh pakar ngeunaan ékosistemna sorangan. Uingah sok ngarasa ningnang upama lalajo tim élmuwan ti Amérika nu ngayakeun panalungtikan di Vénézuéla atawa Nugini, tuluy dina TV maranehna ngalaporkeun, “Tim kuring geus manggihan 6 spésies manuk anyar,” jeung saterusna. Saupama tim élmuwan dina ékspédisi samodél kieu daek ngariung jeung suku pribumi nu nyicingan éta tempat, tuluy nanya ka maranéhna maké basa daérahna, “Cik béjaan ngeunaan rupa-rupa tatangkalan, lauk jeung manuk nu aya di wewengkon dieu!” Tangtu tim éta bakal nimu leuwih ti 6 spésies manuk anyar.

Élmuwan nu daék tatanya ka pribumi bakal colohok mata simeuteun mun ngaregepkeun kanyaho suku pribumi ngeunaan ékosistemna. Pangaweruh suku pribumi bisa jadi leuwih kompléks, leuwih canggih, jeung leuwih beunghar dina urusan klasifikasi manuk, misalna, tibatan taksonomi Barat. Loba kasus nu nuduhkeun yén pangaweruh jeung kaarifan lokal ngeunaan ékosistem, leuwih onjoy tibatan élmu pangaweruh modérn. Maranéhna nu cicing di Kutub Kalér boga pangaweruh linuhung ngeunaan és jeung pola cai katut migrasi. Di éra global warming cara ayeuna, pangaweruh éta teh kacida pentingna.

Singgetna dina hal ieu, lamun basa daérah dileungitkeun, bakal aya 3 karugian nu bakal karandapan: ilangna pangaweruh ékosistem jeung ngaran rupa-rupa spésies, ilangna basa éta sorangan, jeung ilangna sistem pangaweruh ngeunaan ékosistem nu aya dina basa éta.

Naha panyatur basa daérah sadar yén lamun maranéhna maot, basa daérahna bakal punah?
Sadar sarta ngaku. Maranéhna sadar basana keur digunasika, ngaku yén gagal nurunkeun élmuna, sarta manglebarkeun generasi ngora nu haré-haré jeung nganggap sapélé.
Hadéna, krisis basa daérah teh nimbulkeun gerakan ti akar rumput sakuliah dunya nu miharep ayana révitalisasi basa, di antarana di Kanada jeung Amérika Kalér. Maranehna teu satuju kana pamanggih nu nyimpulkeun yén lantaran panyatur hiji basa daérah geus saeutik, mangka éta basa daérah éta kudu dileungitkeun.

Kumaha prakprakanana prosés dokuméntasi basa?
Minangka deungeun-deungeun, jalma luar nu angkaribung ku alat rékam jeung sajabana, masalah utama nu disanghareupan ku uing dina panalungtikan nyaéta kuma cara sangkan bisa ngaraéh kapercayaan ti panyatur-panyatur basa daérah nepika maranéhna daék diajak deuheus. Tugas utama linguis minangka élmuwan étis nyaéta ngawanohkeun diri jeung pamaksudanana kalayan jéntré. Kudu taki-taki enyaan, sakapeung malah nepungan heula kapala suku --mun aya kénéh sabangsa nu kitu, tuluy ngawanohkeun manéh pikeun ménta izin jeung panangtayungan salila cicing di wewengkon eta. Nyanghareupan individu gé sarua carana, mimitina ménta izin heula pikeun ngarékam jeung ngamangpaatkeun matéri rékaman éta engkéna, ogé méré kompénsasi mangrupa duit pikeun ngagantian waktu nu disadiakeun ku maranéhna.

Uing hayang ngawangun hubungan nu alus jeung suku bangsa pribumi, lain ngan ukur datang, ngarékam, tuluy balik ngaringkid matéri. Matakna, uing sok ngahaja néangan individu lokal nu kalibet dina kagiatan basa, tuluy nanyakeun naon nu bisa dibantuan jeung naon nu dibutuhkeun ku maranéhna. Biasana maranéhna téh ménta, misalna, “Buku abjad ABC” atawa “Kamera video”. Sok dibéré. Uing gé mangnyieunkeun kamus wicara nu basisna internét atawa naon baé cara, média, jeung téknologi anyar nu bisa dimangpaatkeun pikeun ngarojong kalumangsungan hirup basa-basa daérah nu ampir punah éta.

Naha jasa panarjamah digunakeun pikeun komunikasi jeung suku pribumi?
Di Sibéria mah uing maké basa Rusia. Nu penting mah uing diajar saloba-lobana ngeunaan basa maranéhna. Ayeuna uing bisa nyarita dina sababaraha basa nu saeutik pisan jalma nu nyaho, nu panyaturna kari 10-30 urang deui. Uing bisa miluan ngawangkong, ngadéngékeun, jeung ngarti naon nu dicaritakeun ku panyatur aslina.

Sakapeung uing gé kudu maké basa séjén siga Inggris, Sepanyol atawa Rusia atawa basa global séjénna. Lamun geus euweuh deui basa nu bisa dipaké médium, bari euweuh panarjamah, uing make téhnik séjén.

Dina film “The Linguists”, interaksi munggaran dilakukeun ku cara nuduhkeun bagéan awak, biasana dada, bari nyebut ngaran. Geus kitu, uing jeung Dr. Greg Anderson kukurilingan di wewengkon éta, nyokotan gambar objék nu dianggap penting, tuluy néangan jalma pikeun nyebutkeun ngaran-ngaran objék dina foto éta. Jadi aya téhnikna. Balatak kénéh basa-basa daérah nu can kungsi kadokuméntasikeun. Sakapeung rékaman nu dijieun ku uing téh jadi rékaman munggaran sakaligus pamungkas, sabab panyatur basa daérah éta geus kolot teuing, can tangtu hirup keneh taun hareupna.  

Naon guna basa pikeun budaya, jeung kumaha budaya bisa mangaruhan basa?
Basa mangrupakeun puseur budaya. Uing di dieu ngutip Nora Vasques, nu diwawancara dina film The Linguists, lantaran ceuk uing mah, panyatur basa daérah bisa leuwih paséh jeung merenah nyaritakeun eusi haténa tibatan jalma luar. Nora téh panyatur Chemehuevi, hiji basa nu panyaturna ngan kari dua urang deui. Cenah, “Basa mangrupakeun bagéan tina diri urang. Basa teh rénghap. Teu boga basa sarua hartina jeung teu boga nyawa.”

Omongan éta bedas pisan. Basa téh ngébréhkeun panénjo ngeunaan dunya. Basa téh monumén budaya manusa. Réa jalma nu teu suka mun Katédral Notre Dame atawa Piramida Giza diancurkeun. Tapi basa leuwih gédé hartina tibatan katédral jeung piramida. Basa téh monumén karancagé manusa. Basa teh perkara nu leuwih kuno jeung leuwih aheng tibatan naon baé nu kungsi dijieun ku leungeun manusa.


Basa daérahna nu ampir punah téh lolobana aya di nagara miskin. Pangwangunan bisa ngamajukeun nagara-nagara ieu, tapi maéhan basana. Kumaha cara supaya tuker-tambahna adil? 
Euweuh sahiji jelema, sakumaha miskinna, nu bisa beunghar ku cara miceun basa daérahna tuluy mulung basa global pikeun dipaké. Nu aya malah bakal tambah miskin sacara inteléktual. Urang sakabeh, kolot-budak, utamana barudak, bisa diajar bilingual atawa multilingual. Malah, barudak bakal leuwih calakan mun maranéhna ngawasa dua atawa loba basa (multilingual). Teu kudu miceun basa daérah. Panalungtikan ngabuktikeun yén bilingual téh nguatan uteuk.

Lian ti éta, basa daérah nyadiakeun tatapakan étnis jeung jati diri nu kuat pikeun generasi ngora. Salah pisan --sakapeung demi alesan pangwangunan atawa kampanyeu kasusatraan nasional, upama urang kudu ngécagkeun basa daérah demi basa nu leuwih dominan. Panyatur basa daérah Aymara, Zapotéc, Aka, atawa Mowhawk, nolak ideologi ieu. Maranéhna nyieun kaputusan stratégis keur kasalametan basa daérahna bari angger ngawasa basa dominan/global.

Kamekaran basa daérah kudu dirojong. Carana, laku-lampah urang kudu diubah. Lamun urang geus bisa ngahargaan pangaweruh inteléktual nu asalna tina pangaweruh basa daérah, kakara urang bisa nyalametkeun basa daérah éta. Euweuh nu nyaho gagasan jenius naon nu bakal jebul tina basa daérah naon: euweuh monopoli budaya dina urusan karancagé mah.

Naon nu rek ditepikeun ka nu maca?
Loba pisan élmu pangaweruh di sakuliah dunya, nu tacan kasungsi jeung katalungtik. Sakapeung mah asa dosa, rumasa cul-culan. Unggal ngawangkong jeung kokolot-kokolot suku pribumi asli, uing teu sirikna dongko hareupeun maranéhna, asa laip, nyurucud cimata di unggal kecap, unggal dongéng nu ditepikeun ku maranéhna...

Tuesday, January 8, 2013

Tumbler Warna Pink

Saya dan Sinung di sebuah warung tenda seafood di Semarang.


Suatu ketika saya terkejut membaca sebuah tulisan dari seorang alumni ESQ di Semarang. Belakangan saya terkagum karena tulisannya bagus-bagus. Dan lebih terkejut lagi karena ia membuat satu tulisan tentang saya.
Berikut saya muat salah satu tulisannya tersebut tersebut di blog saya ini. Semoga bermanfaat.

Muhammad Moulya Yamada (Nicco Aulia).

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Tumbler Warna Pink

‘PING!!!’ BBku bergetar.

‘Mas Fahmi ada agenda nggak hari ini?’ BBM dari Tala.
‘ Agenda di kosan aja sih, kenapa?’ balasku singkat.
‘nemenin astern dari Bogor yuk. Namanya Mas Nico. Dia sama temennya disini nginep di deket kantor Indosat. Nah yang dinginepin itu nggak di Semarang. Kalau seharian ini nggak ada acara, ngajakin jalan kek kemana, yuk.’ Wuih, panjang bener BBMnya.
‘oh, oke-oke. Aku free kok. Kapan, sekarang?’
‘tar deh aku kabarin lagi.’
Serius mau keluar lagi? Nggak ngerjain skripsi aja? Kurang satu bab lagi lho ya.

Pertanyaan itu meletup-letup dalam pikiranku. Hal ini sering terjadi padaku. Gonjang-ganjing jiwa-jiwa yang merana. Terlalu sering menerima kondisi dilema.
Aku serig meninggalkan prioritasku untuk aktifiti-aktifiti lain. aktifiti yang kadang aku paksakan untuk menjadi prioritas juga. Akhirnya terjadilah prokrastinasi. Kata temen yang anak psikologi, artinya adalah sikap suka menundanunda pekerjaan. Oh God. Ini adalah masalahnya mahasiswa banget, gue rasa tak hanya aku yang mengalami ya…
Sebenarnya dari sikap menunda semacam ini, aku sudah tahu konsekuensinya. Resiko yang paling sering terjadi adalah lembur. Sehingga aku bisa memaafkan dan memaklumi diriku sendiri. Ditambah lagi, diam-diam aku mempunyai kekuatan hebat. Sejenis energy yang menggelegar yang kadang sangat kreatif dan memesona saat deadline mulai merengek-rengek lalu situasinya sangat menekan. Istilah populernya adalah pengoptimalan kemampuan the power of kepepet. Canggih!

‘PING!!!’ kembali BBku bergetar

‘Kak, berangkat sekarang yuk. Mereka udah nunggu di pertigaan gombel. Di bawah papan Mc D katanya’ sambung BBMnya Tala.
‘oke, aku capcus sekarang dan ajakin rizgie juga’ balasku buru-buru.
Sudah kepalang tanggung janji. Yasudah, aku tinggalkan garapan skripsiku dengan niat ibadah yang lain. nemenin tamu dari Bogor, semoga Allah meridhoi. Bergegas ganti celana dan kaos batik santai. kupersiapkan kuda biruku, kupanasi dan sedikit membasahi rambutku yang kering.
Lokasi TKP tak begitu jauh dari kosan. Deket banget malah, jalanan yang biasa kulewati. Dari kejauhan, aku melihat sosok pria bekaus kerah putih, celana pendek jins, beransel dan berjepit.

Sedikit ragu, wow gaul sekali astern kita kali ini, pemirsa! Dengan berbekal minimnya informasi dari Tala sebelumnya, aku yakin-yakin saja
Tapi sebentar, untuk memastikan aku BBM Tala dulu saja, ‘Tal, tanyain mas Nico, dia pake kaos putih bukan?’

Tak langsung dibalas. Semenit dua menit, Cuma baru D, belum di baca. Ah, sepertinya sudah otw dia.
Sampai sekitar 7 menitan aku tunggu. Kuberanikan diri untuk mendekati pria putih agak berisi itu. Resiko terbesar toh paling malu atau acting aja salah orang. Wokay, akupun mantab mendekat, dan lebih mendekat.

“Mas Nico ya?” to the point sekali aku.
Mas nya kaget, “Eh, bukan. Saya Rizky temennya Nico. Kamu temennya si Tala?”
Aha! Biarpun bukan mas Nico, paling tidak aku tak perlu malu dan berakting salah orang. Kemana mas nico? Oh, ternyata sedang pergi ke apotik katanya.

Akhirnya sembari menunggu, kami ngobrol sekedar dan seadanya. Wajar seperti orang baru kenal. Kok bisa ke Semarang? Gimana, Semarang enak? Bla bla bla bla…..

“Itu orangnya” celetuk Rizky seketika.

Sesosok berjalan perlahan menuju kami. Haha, bener kata Tala. Dari penampilan memang sudah ketebak orangnya asyik. Let me check. Haha. Dari penampilan oke lah ya. Kacamata frame tebal ala Afghan. Ramut jabrik semi rapih spiky ala Sammy Krispatih. Paduan celana jins sedikit bolong dan polo shirt. Ransel dan sepatu orang travelling.

Sebelum kami bersalam semutan. Suara bassnya menggelegar menyapa, “Assalamualaikum, Nico...”
Suaranya khas para trainer. Tertata dan terdengar empuk sekali. Artikulasinya kadang patah-patah, beat bicaranya naik turun penuh tempo-tempo cepat. Sangat penyiar sekali memang. Terlalu keren untuk seorang astern kelas regular dimana audiensnya adalah lebih pas disebut jamaah pengajian jumat sore. Hahaha.

Setelah personil semua terkumpul. Kita tentukan mau dibawa kemana jalan-jalan kita kali ini. ternyata mas Nico janjian sama temennya di Mall. Lets Go lah kita ke Mall dengan komposisi aku bareng mas Nico, Rizqie bersama Rizky (haha duo riski) dan Tala memilih sendiri.

Belum 5 menit kami kenal, banyak sekali cerita yang sudah dia bagi mengenai aktivitasnya sehari-hari. Luar biasa. Ternyata sudah lama juga dia bersiaran, seorang guru juga, dan pekerja sosial. Dia bina anak-anak kurang mampu untuk bersekolah. Wow, cita-cita yang juga pernah aku miliki. Wokay, hari ini Allah mengganti kegiatan belajarku dari sang praktisinya secara langsung.

Tak terasa, banyak sekali dia bercerita. Sampai di Mall, kita menunggu temannya yang sedang dalam perjalanan.

Tak lama, sesosok pria mirip Vicky Notonegoro (aktor FTV) bertopi datang. Mas Nico pura-pura tak melihat, dia berbalik badan, kemudian mundur menabrakkan diri ke pria bertopi itu, namanya mas Sinung. Doorrr. Bertemulah dua sahabat itu akhirnya.

Akhirnya, obrolan kami lanjutkan di meja makan. Kami asyik dengan obrolan masing-masing dan kocak mendengarkan sesekali mas Nico bercerita pengalaman-pengalamannya. Ternyata mas Sinung dan Mas Nico bertemu saat audisi Indonesian Idol. Huahaha. Okay, mereka jago nyanyi. Bahkan, mas Sinung pernah membetuk band dan sempat rekaman. Namun sekarang vakum dan dia focus dengan pekerjaannya di WO (wedding organizer).

Pemandangan pertama yang membuat aku belajar di mulai dari sini. Ketika kami memesan sejumlah makanan. Secara psikologis, kami yang lebih muda adalah pamali kalau mentraktir. Maka dari itu, terjadilah perebutan antara Sinung dan Nico. Berebutan untuk mentraktir. Lempar-lemparan duit, dorong-dorongan saat di kasir. Fiuhh, beda sekali dengan mental-mental mahasiswa jaman sekarang. sama-sama berebut sih, tapi berebut minta ditraktir dan selalu suka gratisan!
Meja kami sempat menjadi perhatian dan gumaman para pelayan resto. Cukup lama kami nongkrong disitu. Namun setelah agak bosan, kami memutuskan untuk jalan. Keliling mall. Pekerjaan yang sebenarnya sangat tak kusuka. Cuma bisa liat barang-barang bagus namun tak sanggup membeli.

Sampai di tempat gift and souvenir. Kami menerobos di semak-semak etalase mainan dan pernak-pernik lucu. Dasarnya memang orang aneh—out of the box, mas Nico membeli tumbler warna pink bergambar micky mouse. unyu dan terlihat sangat girly. Perbuatan itu membuatnya harus menerima cibiran dan picingan mata dari kami. tapi toh dia santai, lucu kok, pengen yang beda aja, begitu katanya.

Kita lanjut perjalanan. Lantai satu sudah kami jajahi, pindah lantai dua, terus tiga. Sesekali mampir ke asesoris HP, nyebrang jembatan pindah mall, sampai sore mengahbiskan waktu. Setelah sempat terpisah dan keluyuran sendiri-sendiri, inilah pemandangan kedua yang membuat kami belajar lagi.

Saat perpisahan dua sahabat, sinung dan nico.
“Gue pamit pulang dulu ya, abel udah nunggu di rumah.” Abel itu anaknya mas Sinung.
“Serius pulang? Nggak ikut kita sholat dulu? hahaha.” Balas mas Nico.
“Haha, duluan yah.” Mas Sinung terlihat semakin buru-buru.
“Eh, bentar! Nih gue ada sesuatu buat eloh.” Sambil mbuka tas ransel milik mas Rizky, mas Nico mengambil sesuatu itu.
“Karena gue gak tahu apa yang elo suka, bingung juga mau beli apa, yaudah bodo, ini aja buat elo.” Oh, bungkusan roti tambaknya.
“Sama ini, buat abel!” Dia memasukkan tumbler pink keramat itu! What?!! Oh no. Speechless. Muka kami serentak sepakat datar, melting, wow, seperti ada embun yang menetes di atas ubun-ubun. So sweet!
Okay. Kami shock. Saling berpandangan. Mendapati something yang nice. Aku, Tala, Rizqie senyam-senyum sendiri kayak orang gila. “Gila nih orang baik banget! Pinter aja menjalin hubungan sama orang!” pekik Rizqie di sela-sela selesai sholat.

Kita lanjut perjalanan.
Sebelum ke bandara, adalah kita go to tempat oleh-oleh.

Mas Rizky dan mas nico berhamburan kemana-mana. Rizqie menarik tanganku dan berbisik, “Cuy, nggak usah deket-deket sama mas Nico. Tar dibeli-beliin. Gak enak banget kan. Tadi aja gue udah ditawarin mau beli apa. Gak ah. Tar ngerepotin.” Well, kita memilih untuk duduk-duduk saja.

Wow, belanjaan oleh-olehnya banyak banget.

Singkat cerita, setelah selesai sholat dan menunggu sedikit redanya ujan. Kami capcus ke bandara. Masih ada saja bahan obrolan yang didesiskan mas Nico. Aku senang-senang aja dengerin orang cerita. Hingga di bandara, inilah kali ketiga pemandangan itu terulang lagi.

“Udah ya, kita check in dulu. kabar-kabari kalau ke Bogor. Harus!” Cakap mas Nico mengakhiri obrolan kita malam itu.
Cepat sekali waktu berlalu. Saatnya berpisah.

“Terimakasih udah mau nyempetin waktunya buat muter-muter bareng kita! Aku gak tahu bisa bales apa ke kalian. Dan, ini tolong dibawa, gue gak ngerti deh kalian suka apa nggak. Dibagi sama temen-temen yang lain ya gimana caranya.” Dia julurkan salah satu bungkusan oleh-oleh yang tadi dibelinya.

Oke, Fine! Lagi-lagi. So sweet itu kembali terjadi. Kami sempat tak mau menerima.

Hening sejenak.
Aku raih plastik putih berisi beberapa rerotian itu. Tentunya akan sangat menyakitkan ketika kami tak menerimanya. Aku tak mau merusak perpisahan kami ini. #alah.

Terimakasih banyak mas.
Hari itu, benar-benar menyentuh energi terdalamku untuk wake up.
Begitulah kiranya. Pelajarannya adalah menghargai orang lewat hal-hal kecil. Kecil perlakuannya namun besar efeknya. Terbukti memori 27 November itu tak akan pernah terlupakan.

Aku, Tala dan Rizqie masih setia di Bandara menunggu hujan reda. Obrolan demi obrolan mengalir kesana-kemari. Curhat, berbagi kearifan, haha-hihi, sampai janji-janji mulai sempat terlontar. Tetesan hujan ini menambah lengkap berkahnya malam itu. Kami bertiga melihat pelangi di malam hujan itu. Warna pinknya begitu melekat.

Subhanallah, tumbler warna pink.



Ketika Mata Berkata

Nisya di Bowling Center BNR. Ini adalah jalan-jalan terakhir saya dengan Nisya. Setelah keliling-keliling Mall BNR, saya ajak Nisya ke Bowling Center ini untuk sekedar 'ngadem' karena ruangannya ber-AC, sekaligus ingin Nisya lihat seperti apa bowling itu.
Guyuran hujan membuat suhu kota Bogor menjadi lebih dingin. Dalam gerimis kecil di sore hari, saya sempatkan menaruh seikat krisan ungu di pot bunga yang saya letakkan di makam keponakan terkasih.
Suhu dingin membuat perut menjadi lapar lebih sering dan mengantarkan saya ke sebuah kedai mie ayam di ruko perempatan jalan.
Semangkuk mie ayam dengan lahap saya habiskan dalam sekejap, dan tak lupa mengucap hamdallah tanda syukur kepada Allah saya diberi kesempatan indera pengecap ini masih berfungsi baik menikmati rasa.

Saya bukan termasuk orang yang senang berlama-lama di tempat makan. Bila makanan sudah habis disantap, biasanya saya langsung membayar dan meninggalkan tempat untuk melanjutkan aktifitas lain.

Melangkah keluar kedai, seorang anak laki-laki 9 atau 10 tahunan tampak menghadang ragu-ragu. Dengan suara pelan ia menawarkan jualannya,

''A, mau beli kerupuknya ngga? Kerupuk palembang.. ''

Tak sampai hati memupus harapan yang tampak jelas di matanya, sebungkus kerupuk palembang seharga 5 ribu yang saya bayar 6 ribu, sudah berpindah ke tangan saya.
Tampak jelas binar di matanya. Lalu ia pergi dengan hati gembira.

Tatapan mata itu membawa saya pada suasana Kamis pagi 17 Mei 2012 silam. Ketika tatap matanya pagi itu lekat menatap mataku dengan sayu seolah berkata, ''Mang, jangan pergi ke Jakarta. Hari ini libur, Nisya ingin main sama Mang Oulya'' , namun saya tetap pergi.
Dan ternyata, itulah terakhir kalinya kami saling bertatap mata ....

Kini saya semakin mengerti, tatap mata tak pernah dapat membohong. Ia mengatakan seluruh kata yang lisan tak sanggup katakan.
Mengabaikan tatap mata penuh harap dapat memupus bahagia dan cita-cita seseorang, sekaligus dapat membuat kita kelak meneteskan air mata penyesalan.


#Teruntuk Kunang-Kunang Surga-ku, Kirana Nisya Ifada, yang tatapan matanya selalu kurindukan.#

Bogor, awal 8 Januari 2012.