Welcome to Muhammad Moulya Yamada's Blog

Welcome to Muhammad Moulya Yamada's Humble Blog

Sunday, March 31, 2013

Nisya lagi ....

Senin, 1 April 2013
12.08 WIB 

Maret meninggalkan banyak kisah dan cerita, dari yang datar-datar saja hingga yang mampu membukakan kembali 'mata' saya.

Entah harus saya mulai dari mana tulisan ini, tidak ada ide di pikiran saya. Yang saya tau hanyalah saat ini saya ingin menulis. Itu saja.

Sejujurnya banyak hal yang melintas dan berkecamuk di benak pikiran saya. Dari hal-hal yang ringan hingga hal-hal yang mungkin orang menganggapnya aneh, tidak biasa atau bahkan mungkin juga dianggap luar biasa.

Salah satu hal yang masih saja belum bisa lepas dari benak ini adalah kerinduan saya pada almarhumah keponakan saya. Semakin hari kerinduan saya semakin mendalam. Sejujurnya hati masih terasa sakit dan pedih walau bibir ini tersenyum ataupun tertawa. Kepergiannya membuat hari-hari yang saya jalani terasa begitu lambat seakan tak berujung. Terkadang sering hati ini merintih mengadu kepada Allah, "Ya Allah, kapan Engkau akan ambil aku..."
Shalat dan memperbanyak ucapan istigfarlah yang menjadi penolong dan penenang hati yang setiap saat merintih dan seringkali menjerit berteriak. Mengunjungi makamnya yang tenangpun menjadi pengobat rindu setiap hari. 

Ada hal yang belakangan ini menjadi semacam 'obat' pelipur lara saya. 
Yaitu saat melihat anak-anak perempuan pra-remaja dan remaja baru dengan teman-temannya yang seringkali kini kita saksikan nongkrong-nongkrong di jalan, di gang-gang, bersama dengan laki-laki sebayanya. Mengenakan pakaian yang sepantasnya dikenakan oleh anak-anak TK karena begitu kecil dan ketat. Tak jarang dibonceng oleh teman laki-lakinya lalu ia memeluk dari belakang. 
Di suatu kesempatan saya malah pernah bertemu seorang anak SMP yang duduk-duduk di pemakaman bersama dua siswa laki-laki yang nampaknya lebih tua. Entah apa maksud keberadaan mereka disitu, namun saya merasakan ada itikad tidak baik dari keberadaan mereka berada disitu.

Mengapa saya katakan menjumpai anak-anak perempuan seperti itu menjadi semacam pelipur lara atas  kehilangan saya akan Nisya keponakan saya terkasih ....?

Pada saat saya menjumpai anak-anak perempuan demikian, selain mengucap istigfar melihat perilaku seperti itu, sayapun sekaligus banyak bersyukur menghaturkan terima kasih kepada Allah karena Ia telah mengambil kembali Nisya pada usia yang masih muda. Saya ngeri membayangkan bila saja Nisya masih diperkenankan hidup hingga remaja ataupun dewasa, ia berada diantara remaja-remaja perempuan seperti itu.

Rasaya sangat tidak rela bila Nisya ku saat remaja nanti berbuat pacaran, atau nongkrong-nongkrong atau hal apapun yang menimbulkan dosa. Tidak rela rasanya membayangkan ia dibonceng-bonceng dengan motor oleh teman laki-laki. Walaupun saya merasa, bila kelak remaja dan dewasa nanti Nisya tetap akan menjadi anak yang baik dan shalehah, namun membayangkan hal-hal seperti yang saya sampaikan tadi, rasanya sungguh tidak rela.

Menjalani hidup tanpa seseorang yang kita kasihi rasanya sangat berat, hati terasa pilu dan hari-hari berjalan sangat lambat. 
Namun saya selalu meyakini bahwa Allah selalu akan baik dan menyertai seseorang yang percaya bahwa Ia selalu berkehendak baik pada hambanya yang selalu berbaik sangka atas apa yang diperbuat-Nya.

Oh ya,
Beberapa hari ini, saya merasa Nisya ada dekat dengan kami dirumah ini. 
Memang sejak hari Jumat kemarin sudah libur akhir pekan cukup panjang hingga hari Minggu 31 Maret. Bibi dari Garut datang liburan ke rumah bersama suami dan dua anaknya yang selalu Nisya tunggu. Nada juga datang menginap di rumah. Nada adalah anak adik saya, usianya masih 4 tahunan. Jadi suasana di rumah cukup ramai. Namun hanya Nisya saja yang secara fisik tidak ada. Dan rasanya memang sangat sanggup membuat hati saya pilu kembali sedemikian rupa.

Dalam tiga hari kemarin, dari kamar atas saya berada, beberapa kali suara Nada di ruang bawah terdengar mirip sekali seperti suara Nisya. Dan tadipun saya bermimpi kembali bertemu dengan Nisya. Liburan. Dan ia terlihat senang dan tersenyum pada saya. 

........

Nisya, Mang Oulya kangen sekali.
Semoga siapapun yang baca ini, semakin sayang ya pada anak-anaknya, adiknya, keponakannya dan pada siapapun ....

Nisya selalu menjadi kesayangan Mang Oulya, 
sampai kapanpun ,,,,

1 April 2013.
12.51 WIB


Saturday, March 16, 2013

17 Maret 2013, Bulan ke-sepuluh.



Normalnya bulan Maret adalah bulan yang ke-tiga dalam hitungan masehi. Namun bagi saya semuanya berubah sejak Nisya pergi meninggalkan kami 17 Mei tahun silam, 2012.
Kuhitung hari demi hari, dan setiap tanggal 17 di suatu bulan, itulah waktu sekian bulannya ia pergi meninggalkan kami. Dan hari ini adalah tepat 10 bulan Nisya wafat.

Kirana Nisya Ifada, keponakanku, seorang gadis kecil yang manis dan teramat sangat saya kasihi.

Dulu saya selalu ingin punya keponakan laki-laki karena saya berfikir anak laki-laki dapat lebih leluasa untuk diajari apapun, sehingga bermain dengan anak laki-laki nampaknya akan lebih seru.
Namun ternyata tidak seperti itu juga.

Kirana Nisya Ifada, keponakan pertamaku adalah seorang anak perempuan yang ternyata saya amat sangat mengasihinya dan saya merasa amat sangat kehilangan setelah dia pergi sepuluh bulan lalu.

Semenjak ia pergi, saya hanya dapat mengenang kembali dengan tetesan air mata saat-saat dulu menghabiskan hari-hari bersamanya.

Dia adalah salah satu alasan besar saya tidak ingin kerja jauh lagi seperti sebelumnya, sehingga saya selalu bisa cepat pulang ke rumah atau selalu ada di rumah untuk sekedar nonton tv bersama, mengajaknya ke toko ikan hias, mengajarinya prakarya.
Karena bagi saya, berada di dekatnya adalah saat-saat paling membahagiakan dalam hidup saya.

Malam sebelum ia meninggal, saya ingat sekali dan masih dapat saya merasakan, betapa saya rindu sekali padanya.

Saat itu saya mendapat jadwal siaran malam.
Sebelum saya berangkat siaran, ada teman-teman saya datang ke rumah lalu saya mengajak mereka untuk makan malam di warung tenda sop iga di depan komplek pemakaman dimana esoknya Nisya dimakamkan disana. Saat itu saya makan dengan perasaan yang kacau dan selalu ingat dengan Nisya di rumah. Ada perasaan berdosa ketika saya makan disini namun orang di rumah tidak turut menikmatinya.

Dan perasaan saya saat itu sangat bercampur aduk. Entah kenapa saya selalu teringat akan Nisya bahkan pada saat saya siaran. Lalu saya berfikir untuk membelikan makanan-makanan ringan untuknya sepulang saya siaran tengah malam dan saya berencana menaruhnya di lemari pakaiannya seperti biasa, sehingga ketika pagi harinya ia membuka lemari pakaiannya akan ada 'kejutan' disana.
Namun niat membelikan makanan itu saya urungkan, saya berfikir 'ah besok saja deh belinya'.

Esoknya saya pergi ke daerah Jakarta Selatan untuk menghadiri peresmian gedung Menara 165.

Seorang teman mengajak saya pulang pada siang harinya, dan saya menolak dengan mengatakan ingin pulang sore saja karena kapan lagi bisa ke Menara 165 dan bertemu dengan teman-teman alumni ESQ lagi.
Tapi entah mengapa, disana beberapa kali menyebutkan nama keponakan saya itu dan mengatakan kepada teman-teman tentang hebatnya Nisya.

Lalu sorenya saya pulang bersama teman-teman saya sebelum akhirnya saya dikabari lewat telepon genggam saya Nisya meninggal, ketika saya berada di perjalanan.

Ya, itu terjadi 10 bulan lalu.
Sepuluh bulan lalu dimana saya merasakan pedih yang luar biasa.
Dan pedih itu masih membekas, menggoreskan luka yang entah kapan dapat tersembuhkan.


17 Mei 2012 - 17 Maret 2013.





Saturday, March 2, 2013

Diajar Basa Sunda

Sok asa saredih ningali barudak kiwari jarang pisan anu bisa ngomong ku basa Sunda teh, komo deui barudak nu ngarasa era kana basa Sunda. Pajarkeun teh basa daerah (dina hal ieu Basa Sunda) mah kampungan ceunah.

Aya deui nu alesan teu bisa ngomong basa Sunda teh kusabab hese. Da aya undak usuk basa tea pan, jadi asa teu wani lamun arek ngomong ka anu sapantaran, sahandapeun, komo deui ka anu saluhureun.
Jadi, deui-deui ngomongna ku basa Indonesia.

Sim kuring oge da boro-boro bisa ngomong basa Sunda nu alus. Henteu sama sakali.
Tapi bakating hayang pisan ngamumule basa Sunda, nya maksakeun we mulai diajar nulis ku basa Sunda, sabisa mungkin ngomong ku basa Sunda, teu paduli rek kasar rek halus. Nu penting ngomong we heula, da dina pikiran soteh kudu biasa ngomong heula. Lamun nungguan kudu apal undak usuk basa, moal bakalan ngamimitian.

Kuring lahir ti kaluarga urang Sunda.
Pun aki, Bapa Nani Sudarma, katelah pujangga Sunda. Pernah boga buku nu ditulis ku basa Sunda, judulna 'Rusiah Gelang Rantay' , nurun ka anak kaduana Lies Tjandra, anjeuna aktip dina nulis carpon basa Sunda jeung rea-rea deui tulisan dina basa Sunda.

Ari sim kuring boga bapa indung, dua lanceuk jeung hiji adi.
Ti leuleutik dua lanceuk kuring biasa sapopoena ngomong ku basa Sunda.
Tapi mimitian ti sim kuring jeung adi, mamah jeung papah teu ngajarkeun basa Sunda ka kuring jeung adi. Duka kunaon ....

Nepi ka ayeuna, dua lanceuk kuring mun ngomong nya make basa Sunda.
Ari adi mah nepi ayeuna mah ku basa Indonesia we, da ngarti basa Sunda oge ngan kitu-kitu hungkul.
Kuring oge da mimitina mah teu bisa ngomong basa Sunda, tapi beuki gede kuring mikir, mun kuring teu bisa ngomong basa Sunda, kumaha nya... naon nu bisa dibanggakeun.

Ti harita kuring mulai maksakeun ngomong ku basa Sunda. Mun ngadangu mah geus biasa, da di imah sapopoe sok ngadangu lanceuk jeung mamah papah ngomongna ku basa Sunda. Jadi tinggal dipraktekeun we naon nu pernah didangu. Nya maksakeun .... Sanajan era jeung sieun oge, bisi salah. Tapi kuatna niat ngelehkeun era jeung sieun tina nyieun kasalahan. Sabodo teuing lah, masih mending kuring mah aya kadaek diajar, da nu sejen mah boro-boro kapikiran meuren.

Nepi ka tulisan ieu medal, kuring ngarasa keneh basa Sunda kuring masih keneh jauh ti alus. Ceuk batur mah "heuras genggerong" alias kasar. Buktina nya dina tulisan ieu, nya kieu lah basa Sunda nu sapopoe jadi basa Sunda urang Bogor kiwari.
Tapi kuring teu paduli, nu penting aya keneh nu ngomong basa Sunda, da kuring sieun mun engke-engke teu aya deui nu jadi panutur basa Sunda.